Rapat dipimpin langsung Wakil Rektor Bidang PKTIK Unila Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A., didampingi PIU Manager Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., Konsultan ADB-Gender Specialists Dewayani dan Prof. Dr. Hartoyo, M.Si., dan jajaran tim RSPTN Unila, serta tim PMSC.
Dr. Ayi Ahadiat dalam sambutannya mengatakan, salah satu komitmen Unila dalam menerapkan prinsip kesetaraan terlihat jelas sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu universal, integrasi, dan inklusif, yang memastikan tidak ada satu pun tertinggal. Prinsip ini akan diterapkan dalam seluruh layanan yang disediakan RSPTN dan IRC Unila.
Ia menerangkan upaya yang dilakukan antara lain menggelar diskusi bersama komunitas ragam disabilitas. Diskusi ini bertujuan untuk memastikan partisipasi aktif dari komunitas disabilitas, sehingga perspektif mereka menjadi bagian integral dari perencanaan layanan. Hal ini diharapkan akan mendukung terwujudnya layanan yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
“Saya berharap dari diskusi ini dapat lahir masukan-masukan yang dapat diterapkan dalam operasionalisasi dan manajemen RSPTN Unila, sehingga fasilitas ini menjadi unggulan yang dikenal dan dibanggakan, tidak hanya oleh sivitas akademika Unila tetapi juga oleh masyarakat di Provinsi Lampung,” ujarnya.
Di kesempatan sama, PIU Manager Prof. Satria Bangsawan menerangkan, RSPTN Unila dibangun berbasis humanity, di mana fasilitas kesehatan terfokus pada pelayanan dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan kepedulian terhadap setiap pasien.
Ia menekankan, rumah sakit ini dirancang ramah disabilitas dengan fasilitas kesehatan yang didesain untuk memberikan aksesibilitas dan pelayanan optimal bagi pasien dengan berbagai macam disabilitas.
Rumah sakit ini memastikan seluruh area, dari pintu masuk, ruang tunggu, hingga kamar perawatan, dapat diakses dengan mudah oleh pasien yang menggunakan kursi roda, alat bantu jalan, atau memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, sehingga pelayanan di rumah sakit ini tidak hanya mengutamakan kualitas medis, tetapi juga memperhatikan aspek psikologis, emosional, dan spiritual pasien.
Prof. Satria juga menuturkan, tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan staf lainnya dioptimalkan untuk berinteraksi dengan penuh empati, mendengarkan keluhan pasien, dan memberikan dukungan moral yang dibutuhkan.
“Keberadaan rumah sakit ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang penuh empati, di mana setiap pasien diperlakukan baik dan rasa hormat, terlepas dari latar belakang sosial atau kondisi kesehatannya,” ujarnya.
Dengan demikian, rumah sakit ini kelak tidak hanya berperan sebagai tempat penyembuhan fisik, tetapi juga sebagai ruang bagi pasien untuk merasa diperhatikan dan dihargai, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara lebih holistik.
Pada kesempatan itu hadir pula perwakilan komunitas disabilitas Kota Bandar Lampung yang memiliki berbagai ragam disabilitas dengan tujuan untuk mendengarkan serta memberikan masukan dalam FGD yang digelar Unila. [red]