LAMTENG-(deklarasinews. com) – Bupati Lampung Tengah DR. Ir. Hi. Mustafa meresmikan Gedung Sesat Agung Margo Unyi Gunungsugih, Jumat (22/12/2017). Balai adat Margo Unyi ini merupakan satu dari 34 balai adat di Lampung Tengah yang direhab dan dibangun.

Pada kesempatan itu Mustafa sempat diarak oleh para tokoh adat diiringi tradisi adat Lampung yang di sebut nyambuk temui yang artinya menyambut dan menghantarkan Raja diatas Raja ke gedung sesat Agung.

Dengan menggelontorkan anggaran Rp 11,5 miliar, Mustafa merehab rumah adat dari 9 kebuayan di 13 kecamatan di Lampung Tengah. Hal ini sebagai salah satu upaya menjaga eksistensi kebudayaan Lampung.

Lebih jauh Mustafa menerangkan, dari anggaran Rp 11,5 milliar, masing-masing balai adat menerima kucuran dana Rp 150 juta hingga Rp 1 miliar untuk rehab. Bantuan tersebut disalurkan untuk 13 kecamatan yakni Padangratu, Gunungsugih, Terbanggibesar, Rumbia, Seputih Banyak, Seputih Surabaya, Way Pengubuan, Bandar Mataram, Pubian, Anak Tuha, Bumi Nabung, Bandar Surabaya dan Selagai Lingga.

“Ada 9 kebuayan atau kerajaan di Lampung Tengah yang masing-masing mempunyai punya balai adat untuk pengembangan kesenian. Tahun ini Pemkab telah anggarkan Rp 11,5 miliar untuk rehab 34 balai adat. Saya minta anggaran ini dimanfaatkan sebaik mungkin. Kita percantik balai adat kita, sehingga pelestarian budaya berjalan maksimal,” ungkapnya.

Dia memaparkan 9 kebuayan tersebut yakni Nunyai, Unyie, Subing, Nuban, Beliuk, Selagai, Anak Tuha, Nyerupo dan Pubian. Dengan ini Mustafa tidak hanya focus kegiatan pelestarian budaya, tetapi juga focus pada sarana dan prasarana yang menunjang kebudayaan tersebut.

“Pelestarian budaya tidak hanya berbicara even atau kegiatan, tetapi juga pengembangan sarana dan prasarana. Balai-balai adat kita perbaiki, selain itu menyalurkan bantuan alat musik tradisional untuk sanggar-sanggar kesenian. Tahun ini Pemkab juga membangun simbol-simbol kebudayaan yang ada di Lampung Tengah, mulai dari tugu 9 gajah, tugu canang, pepadun, gajah beratai dan lainnya” papar Mustafa.

Dia berharap keberadaan balai adat tidak hanya digunakan untuk pengembangan kesenian, namun juga pelaksanaan kegiatan lainnya yang menunjang pelestarian budaya dan kebersamaan masyarakat.

“Saya percaya, lewat kebudayaan bisa membangun karakter manusia yang lebih beradab. Karenanya upaya pelestarian terus saya lakukan. Saya memberikan ruang dan tempat untuk suku apapun yang ingin melestarikan kebudayaannya disini,” tandasnya.

Sementara itu, tokoh adat Gunungsugih, Pangeran Ratu Negara Muhtaridi mengatakan, renovasi gedung sesat Agung Mergo Unyie telah menghabiskan dana Rp900 juta menggunakan dana bantuan dari pemerintah daerah Lamteng.

Lebih jauh ia memaparkan, balai adat tersebut lebih menonjolkan ornamen-ornamen khas Lampung. Seperti warna merah, kuning dan putih yang terletak di atas talam, tiga warna tersebut melambangkan kanduk teluh, yang artinya bagi para penyimbang yang sudah memiliki kedudukan maka istrerinya memakai kanduk teluh tersebut.

Kemudian, lanjut Muhtaridi, gapura juga diganti dengan kopiah emas yang melambangkan penutup kepala yang sering dipakai pengantin pria atau para pria muda saat menari.

“Semua bangunan yang ada di sesat ini melambangkan kebudayaan adat Lampung khususnya yang ada di Lamteng. Hal ini untuk melestarikan adat budaya Lampung,” bebernya.

Nantinya gedung ini akan digunakan sebagai tempat bermusyawarah penyimbang adat di kebuayan atau margo unyie yang ada di Gunungsugih, serta berbagai kegiatan adat lainnya.

Pihaknya berharap kedepan gedung ini dapat di gunakan sesuai fungsinya. Sehingga berbagai kegiatan adat dapat terus dilakukan dan dilestarikan. “Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Bupati Mustafa atas perhatiannya terhadap adat istiadat yang ada di Lamteng. Sehingga adat budaya Lampung tidak lagi ditinggalkan oleh generasi baru terutama anak cucu kita,” ujarnya. (Mahdi)

Tinggalkan Balasan